PENDAMPINGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2020

PENDAMPINGAN ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM DI KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2020

Oleh: Yuli Kustanti, A.KS., M.Si. Pekerja Sosial pada UPT Panti Sosial Bina Remaja
Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah

Anak menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang, adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Anak sebagai generasi penerus dan pewaris cita-cita perjuangan bangsa merupakan sumber daya manusia yang memiliki peranan penting dalam mencapai keberhasilan pembangunan dan perlu mendapatkan perlindungan karena anak merupakan individu yang belum matang baik secara fisik, mental, maupun sosial. Dalam masa tumbuh kembangnya, anak perlu memperoleh hak-haknya secara wajar agar memungkinkan untuk tumbuh menjadi sumber daya yang berkualitas. Beberapa faktor yang dapat menunjang tumbuh kembang anak sesuai dengan tingkatan usianya adalah anak perlu mendapatkan pemenuhan kebutuhan terpadu yang meliputi fisik, psikis/mental, sosial, maupun intelektual. Kenyataan yang terjadi adalah tidak semua anak terpenuhi kebutuhannya dengan baik, sehingga berakibat pada munculnya perilaku anak yang rentan berkonflik dengan hukum. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kurangnya kasih sayang dan perhatian dari orangtua, latar belakang pendidikan orangtua yang rendah sehingga kurang bisa mendampingi tumbuh kembang anak dengan baik, adanya tindak kekerasan dalam keluarga dan masyarakat, kurang terpenuhinya kebutuhan dasar anak yang disebabkan oleh rendahnya pendapatan orang tua, serta lingkungan pergaulan teman sebaya dan orang dewasa yang kurang mendukung pada terciptanya perilaku adaptif. Faktor-faktor tersebut menyebabkan kerentanan baik pada fisik, daya nalar maupun mental anak yang berakibat pada terbentuknya perilaku maladaptif.
Anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang disangka, didakwa atau dinyatakan terbukti bersalah melanggar hukum pidana. Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), pengertian Anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Anak yang berkonflik dengan hukum perlu mendapatkan pendampingan dari Pekerja Sosial agar tidak terganggu perkembangannya baik secara psikologis maupun sosial selama dan sesudah proses hukum dijalani. Anak yang berkonflik dengan hukum dan dijatuhi hukuman tetap harus memperoleh hak-haknya dan mendapatkan pelayanan rehabilitasi sosial. Definisi Pekerja Sosial menurut Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pekerja Sosial adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan dan nilai praktik pekerjaan sosial serta telah mendapatkan sertifikat kompetensi. Pekerja Sosial merupakan profesi yang memberikan bantuan dan pelayanan sosial kepada klien yang memiliki permasalahan baik secara individu maupun kelompok. Salah satu tujuan dalam kegiatan profesionalisme Pekerja Sosial pendamping anak yang berkonflik dengan hukum yaitu memulihkan dan meningkatkan keberfungsian sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Tugas Pekerja Sosial profesional dalam pendampingan anak yang berkonflik dengan hukum yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) Nomor 11 Tahun 2012 pasal 68 diantaranya adalah:

  1. Membimbing, membantu, melindungi dan mendampingi Anak dengan melakukan konsultasi sosial dan mengembalikan kepercayaan diri Anak;
  2. Memberikan pendampingan dan advokasi sosial;
  3. Membantu proses pemulihan dan perubahan perilaku Anak;
  4. Memberikan pertimbangan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk penanganan rehabilitasi sosial Anak;
  5. Mendampingi penyerahan Anak kepada orang tua, lembaga pemeintah, atau lembaga masyarakat;
  6. Melakukan pendekatan kepada masyarakat agar bersedia menerima kembali Anak di lingkungan sosialnya

Pekerja Sosial pada Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial – Panti Sosial Bina Remaja (LPKS-PSBR) Provinsi Kalimantan Tengah sebagai ujung tombak pendampingan sosial anak yang berkonflik dengan hukum dalam menjalankan tugas dan perannya tetap harus mengedepankan penekanan pada kerangka pengetahuan (body of knowledge), kerangka keterampilan (body of skill), serta kerangka nilai (body of value) dan menjunjung tinggi kode etik profesi. Pada proses pendampingan anak yang berkonflik dengan hukum, peran utama Pekerja Sosial adalah sebagai katalisator dan mediator bagi Anak, yaitu menjembatani komunikasi antara Anak dengan pihak-pihak lain yang terkait dengan permasalahan Anak. Pekerja Sosial juga melakukan advokasi dan memberikan pertimbangan kepada penyidik agar anak tetap bisa berada di keluarga sebelum pengambilan keputusan dilaksanakan oleh Pekerja Sosial, Penyidik, dan Peneliti Kemasyarakatan (PK) Balai Pemasyarakatan (Bapas). Tahapan praktik Pekerjaan Sosial yang dilakukan oleh Pekerja Sosial dalam memberikan pendampingan terhadap Anak adalah:

  1. Pengumpulan data dan informasi Pengumpulan dan pengelolaan informasi mengenai Anak dan keluarganya serta lingkungan sosialnya dilakukan atas dasar penghormatan pada hak kerahasiaan Anak dan keluarganya. Kegiatan ini didukung dengan penandatanganan informed consent oleh Anak yang diketahui oleh orangtua/walinya. Pekerja Sosial melakukan pengumpulan data dan informasi diawali dengan kegiatan penjajagan awal, konsultasi, dan koordinasi kepada pihak penyidik kepolisian Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polresta Palangka Raya dan selanjutnya melaksanakan asesmen terhadap Anak dan keluarganya.

WhatsApp Image 2020-08-10 at 08.32.31.jpeg

  1. Asesmen Pekerja sosial melaksanakan asesmen secara menyeluruh dan komprehensif mengenai kondisi dan situasi sosial yang dialami Anak dan keluarganya serta melanjutkan dengan asesmen-asesmen khusus dan asesmen lanjutan untuk lebih mendalami permasalahan-permasalahan Anak serta proses perkembangan Anak. Asesmen yang digunakan oleh Pekerja Sosial menggunakan format asesmen Biopsikososial (BPSS) agar memudahkan pihak lain yang bekerjasama dalam penanganan Anak seperti penyidik Anak dan Peneliti Kemasyarakatan (PK) Bapas. Asesmen dapat dilaksanakan di Unit PPA Polresta Palangka Raya dan melalui kunjungan rumah (home visit).

WhatsApp Image 2020-08-10 at 08.30.00 (1).jpeg

WhatsApp Image 2020-08-10 at 08.30.00 (3).jpeg

  1. Rencana Intervensi Rencana intervensi dibuat oleh Pekerja Sosial atas dasar hasil asesmen menyeluruh yang telah dilakukan dan dibuat berdasarkan isu-isu penting/pernyataan diagnostik menurut Anak. Rencana intervensi yang dibuat oleh Pekerja Sosial mempertimbangkan faktor pemenuhan hak dasar Anak yang meliputi hak hidup, tumbuh kembang, hak atas kebebasan dan kemerdekaan sipil, pengasuhan orangtua atau orangtua pengganti, hak partisipasi serta perlindungan dari tindakan diskriminasi, penelantaran, eksploitasi, serta tindakan salah lainnya. Pekerja Sosial dapat memberikan pertimbangan kepada Aparat Penegak Hukum (APH) agar Anak bisa memperoleh pelayanan yang dibutuhkan seperti layanan Rehabilitasi Sosial, mediasi, pengasuhan orangtua, trauma healing, serta konseling keluarga. Pekerja Sosial juga dapat melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat dan tokoh agama yang ada dilingkungan tempat tinggal Anak dan keluarganya agar masyarakat bersedia menerima kembali Anak di lingkungan sosialnya. Pekerja Sosial juga mengupayakan pelayanan pendampingan terhadap Anak agar dapat diberikan pada setiap tahapan proses hukum yang dihadapi Anak.
  2. Intervensi Selanjutnya Pekerja Sosial melaksanakan kegiatan intervensi yang mengacu pada rencana intervensi yang telah disusun. Dalam hal proses pelaksanaan Diversi, yaitu pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana, maka Pekerja Sosial tetap harus memperhatikan kepentingan korban, kesejahteraan dan tanggungjawab Anak, penghindaran stigma negatif, penghindaran pembalasan, kepatutan, kesusilaan, serta ketertiban umum. Proses pelaksanaan Diversi dihadiri oleh berbagai pihak terkait, yaitu Pekerja Sosial, Penyidik Kepolisian, PK Bapas, Anak dan orangtua Anak serta pihak korban.

WhatsApp Image 2020-08-10 at 08.30.00.jpeg

  1. Evaluasi Pekerja Sosial melaksanakan evaluasi dari pemberian intervensi yang telah dilakukan dan memastikan bahwa proses intervensi sudah tepat dan bermanfaat bagi perubahan perilaku, pola pikir dan status mental Anak sehingga Anak dapat meningkatkan keberfungsian sosial secara lebih optimal.
  2. Reintegrasi Sosial Reintegrasi Sosial dilakukan oleh Pekerja Sosial setelah Anak memiliki keterampilan sosial dasar yang dibutuhkan agar Anak bisa kembali hidup di lingkungan sosial tempat Anak berasal. Pekerja Sosial mengupayakan untuk menyiapkan keluarga dan unit sosial lainnya sebagai tempat Anak akan berintegrasi. Selama berjalannya proses hukum, Anak juga menghadapi permasalahan lain yang berkaitan dengan psikologis dan sosialnya, yaitu adanya stigma masyarakat bahwa Anak diberi label sebagai penjahat, menurunnya kepercayaan diri Anak, munculnya rasa cemas pada Anak, serta dikucilkan dari lingkungan sosial dan pergaulan teman sebaya. Dalam Kondisi tersebut Pekerja Sosial berperan sebagai konselor yang memberikan konseling psikososial dan mengkaitkan Anak pada program rehabilitasi sosial yang mendorong pada perubahan perilaku, pola pikir, dan status mental Anak, serta mengupayakan Anak memperoleh pelatihan keterampilan dan social soft skill. Prinsip pendampingan yang harus dijalankan oleh Pekerja Sosial adalah mengutamakan kepentingan terbaik Anak agar Anak tetap memperoleh hak-haknya selama menjalani proses hukum. Keberhasilan sebuah intervensi yang direncanakan oleh Pekerja Sosial terhadap Anak dan keluarganya dapat dilihat dari perubahan perilaku Anak yang diukur melalui observasi dan wawancara. Untuk mendukung keberhasilan intervensi maka perlu beberapa rekomendasi yang dapat dijadikan pertimbangan bagi unsur-unsur terkait dengan permasalahan anak yang berkonflik dengan hukum, yaitu:
  • Perlunya penguatan keluarga sebagai unit pertama untuk mendukung pemulihan psikososial Anak (family support) dan menjadi tempat pengasuhan yang efektif bagi Anak .
  • Perlunya kesadaran masyarakat agar menghilangkan stigma negatif bagi permasalahan Anak.
  • Perlunya kerjasama dari berbagai pihak untuk menutup aksesibilitas dan kesempatan melakukan tindakan maladaptif/tindakan kriminal bagi Anak.
  • Perlunya pemantauan secara berkala agar kasus yang sama tidak terulang lagi di masa depan.
Gambar Berkaitan